Larangan Berhubungan dengan Jin
•
Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang telah
diciptakan Allah swt untuk beribadah kepada-Nya.
•
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat (51): 56).
•
Sebagaimana
malaikat, kita tidak dapat mengetahui informasi tentang jin serta alam ghaib
lainnya kecuali melalui khabar shadiq (riwayat & informasi yang shahih)
dari Rasulullah saw baik melalui Al-Quran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasannya adalah karena kita
tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan hubungan yang
melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.
•
Katakanlah:
"tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang
ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila (kapan) mereka
akan dibangkitkan. (An-Naml (27): 65)
•
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia
tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada
Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya
rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang
(sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung
segala sesuatu satu persatu. (Al-Jin (72): 26-28)
a. Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan mu’amalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraannya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.
a. Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan mu’amalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraannya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.
•
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan
merasa tentram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak
pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk ghaib yang
asing bagi manusia.
•
Bahkan Allah
swt tidak memerintahkan kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun,
padahal semua malaikat adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan
rasul alahimussalam pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah Allah
swt dalam rangka menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka jika malaikat
menampakkan wujudnya yang asli dihadapan mereka. Oleh karena itu tidak jarang
para malaikat menemui Rasulullah saw dalam wujud manusia sempurna agar lebih
mudah bagi Rasulullah saw untuk menerima wahyu.
•
Tentang ketentraman hati manusia berhubungan dengan
sesama manusia Allah swt berfirman:
•
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum (30): 21).
•
Makna “dari jenismu sendiri’ adalah dari sesama
manusia, bukan jin atau malaikat, atau makhluk lain yang bukan manusia. Karena
hubungan dengan makhluk lain, apalagi dalam bentuk pernikahan, tidak akan
melahirkan ketentraman, padahal ketentraman adalah tujuan utama menjalin
hubungan.
•
Beberapa Informasi tentang Jin dari Al-Quran dan Hadits
• Jin diciptakan
dari api dan diciptakan sebelum manusia
•
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam)
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan
Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat panas. (Al-Hijr
(15): 26-27).
Nabi saw bersabda:
•
خُلِقَتِ
الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ
آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ (رواه مسلم).
•
Malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin diciptakan
dari nyala api, dan Adam diciptakan dari tanah (yang telah dijelaskan kepada
kalian). (HR. Muslim).
b. Jin adalah makhluk yang berkembang biak dan berketurunan
•
Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis.
Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah
kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku,
sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari
Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi (18): 50).
•
Al-Quran juga
menyebutkan bahwa diantara bangsa jin ada kaum laki-lakinya (rijal) sehingga
para ulama menyimpulkan berarti ada kaum perempuannya (karena tidak dapat
dikatakan laki-laki kalau tidak ada perempuan). Dengan demikian berarti mereka berkembangbiak.
•
Dan bahwasanya
ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa
dan kesalahan. (Al-Jin (72): 6).
c. Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia tidak dapat melihat jin
•
Hai anak Adam,
janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya
pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat
mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-A’raf (7): 27).
•
Hal ini membuat kita tidak dapat berhubungan dengan
mereka secara wajar sebagaimana hubungan sesama manusia. Kalau pun terjadi
hubungan, maka kita berada pada posisi yang lemah, karena kita tidak dapat
melihat mereka dan mereka bisa melihat kita.
d. Bahwa diantara bangsa jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir, karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan hak memilih seperti manusia.
Akibat berhubungan dengan jin :
•
Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu
kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya. Potensi
bahaya ini dapat kita pahami dari hadits Qudsi di mana Rasulullah saw
menyampaikan pesan Allah swt:
•
وَإِنِّي
خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ
فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ،
وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا (رواه مسلم)
•
Dan
sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku semua dalam keadaan hanif
(lurus), dan sungguh mereka lalu didatangi oleh syaithan-syaithan yang
menjauhkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa yang telah Aku halalkan,
dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku dengan hal-hal yang tidak pernah
Aku wahyukan kepada mereka sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalil lain tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:
•
Dan bahwasanya
ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa
dan kesalahan. (Al-Jin (72): 6).
•
Imam
At-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan: “Ada penduduk kampung dari bangsa Arab
yang menuruni lembah dan menambah dosa mereka dengan meminta perlindungan
kepada jin penghuni lembah tersebut, lalu jin itu bertambah berani mengganggu
mereka.
Tujuan seorang muslim melakukan hubungan sosial adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt dan berusaha meningkatkannya atau untuk menghindarkan dirinya dari segala hal yang dapat merusak ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar berma’shiat kepada Allah swt.
•
berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap
tidak dapat memastikan kebenaran Bagaimana pengakuannya karena kita tidak dapat
melihat apalagi menyelidikinya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan
menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.
•
Tujuan seorang
muslim melakukan hubungan sosial adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt
dan berusaha meningkatkannya atau untuk menghindarkan dirinya dari segala hal
yang dapat merusak ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin
berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada
perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan
kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan
kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa
sangat mungkin memperdaya kita agar berma’shiat kepada Allah swt.
•
Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim?
Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak
dapat melihat apalagi menyelidikinya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan
menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.
• Di
samping itu, tidak ada manusia yang dapat menundukkan jin sepenuhnya (taat
sepenuhnya tanpa syarat) selain Nabi Sulaiman as dengan doanya:
•
Sulaiman
berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan
yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Pemberi". (Shad (38): 35).
•
Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan
kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia
apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat
dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kema’siatan,
bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran
Islam. Na’udzu billah.